Header Ads Widget


 

Eko Saputra: “Pelindo Dumai Tidak Memiliki Karakteristik Penghasil Emisi”



PANTAUGLOBAL.COM, DUMAI  Polemik pemberitaan mengenai dugaan pencemaran udara di kawasan Pelindo Dumai kembali mencuat. Sejumlah media lokal sebelumnya menuding bahwa aktivitas Pelindo menjadi pemicu meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan bahkan Tuberkulosis (TBC) di wilayah Ring 1. Namun, klaim tersebut dibantah tegas oleh praktisi hukum sekaligus akademisi, Dr (Cand) Eko Saputra, SH, MH, yang menilai tudingan tersebut tidak memiliki dasar ilmiah maupun landasan hukum yang valid.

Dalam wawancara bersama sejumlah media, Eko menegaskan bahwa pemberitaan yang menyebut Pelindo sebagai penyebab langsung polusi udara tidak sejalan dengan fungsi dan kewenangan perusahaan tersebut.

“Pelindo adalah operator pelabuhan. Mereka menyediakan layanan kepelabuhanan, bukan perusahaan pengolah CPO atau produsen turunan sawit. Menyimpulkan bahwa Pelindo sebagai penyebab polusi udara jelas keliru dan tidak fair,” ujarnya, Kamis (11/12/2025). 

Eko menambahkan bahwa kaitan antara aktivitas Pelindo dengan meningkatnya ISPA dan TBC harus ditopang oleh data resmi dari instansi berwenang seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup, serta laboratorium pengukuran kualitas udara.

“Okelah jika data kenaikan ISPA atau TBC berasal dari Dinas Kesehatan. Tetapi apakah penyebabnya Pelindo? Tentu tidak serta-merta begitu. Banyak faktor lain yang harus diuji secara ilmiah, bukan diasumsikan,” tegasnya.

Sejumlah pemberitaan yang menyudutkan Pelindo sebagai “pelaku kejahatan lingkungan” juga dianggap tak proporsional dan cenderung bersifat tendensius.

“Istilah ‘kejahatan lingkungan’ memiliki konsekuensi hukum yang berat dan tidak boleh disematkan tanpa bukti ilmiah yang kuat. Media harus berhati-hati karena narasi seperti ini bisa merusak reputasi perusahaan,” lanjutnya.

Menurutnya, penegakan hukum lingkungan tidak bisa hanya berpatokan pada rapat dengar pendapat, opini sepihak, atau laporan masyarakat tanpa verifikasi teknis. Diperlukan audit lingkungan, investigasi lapangan, hingga kajian laboratorium dari lembaga resmi.

Ketika diminta tanggapan mengenai langkah yang mungkin diambil Pelindo, Eko enggan mendahului sikap perusahaan. Namun secara hukum, Pelindo memiliki hak untuk menempuh jalur etik maupun jalur hukum jika dirugikan.

“Pelindo dapat mengajukan keberatan kepada redaksi, membuat pengaduan ke Dewan Pers, atau menempuh langkah hukum apabila pemberitaan melanggar kode etik jurnalistik,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa media wajib menjalankan prinsip cover both sides, verifikasi ketat, dan uji informasi sebelum mempublikasikan tuduhan berat seperti pencemaran udara.

“Apakah media yang menuding Pelindo sudah melakukan uji informasi yang memadai? Tuduhan soal ISPA dan TBC itu bukan hal sepele. Informasinya harus akurat dan bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Eko kembali menekankan bahwa Pelindo Dumai tidak memiliki karakteristik sebagai perusahaan penghasil limbah udara atau polutan langsung.

“Secara fair harus dikatakan, Pelindo bukan produsen. Mereka tidak mengolah atau memproduksi CPO. Maka tidak tepat menyimpulkan Pelindo sebagai penyebab ISPA atau TBC tanpa bukti ilmiah,” imbuh Eko. 

Ia mengajak publik lebih kritis terhadap pemberitaan yang berpotensi membentuk stigma negatif tanpa verifikasi yang cukup, serta meminta media menjaga integritas jurnalistik dalam menyampaikan isu lingkungan yang sensitif. (rls/red)







Posting Komentar

0 Komentar